Hari Ketiga

 Masih sama seperti hari sebelumnya, masih bangun dengan perasaan sedih dan kehilangan. Penyesalan terbesar mungkin tercipta dihal ini. 

Saya benci menjadi orang yang memiliki trust issue. Bagaimana cara mengelola itu agar tak menyakiti orang yang saya sayang. Saya butuh pengobatan sepertinya, sebelum menyayangi orang lain saya harus sembuh dulu dari penyakit ini. 

Hari ketiga ini saya mendatanginya ke tempat tinggalnya. Saya membeli sebuah bunga dan tak lupa sepucuk surat aku selipkan didalamnya. Berharap dapat mengubah pikirannya. Belum ada pikiran saya untuk melupakannya. Bahkan jika tidak ada kesempatan sekalipun, Saya rasa saya tetap akan menyimpan bayangannya dalam hati. Pada dirinya lah muncul komitmen dalam diri saya. Sesuatu yang belum pernah muncul selama saya hidup. 

Saya bahagia menikmati perjalanan menuju rumahnya. Saya menikmati setiap detail dari jalan raya ini. Saya mengamati rumahnya dari jauh. Bisa jadi ini terakhir kalinya saya berkunjung. Saya rasa alam pun mendukung saya kali ini. Langit abu-abu gelap namun tidak meneteskan air sama sekali. 

Pukul 16.00 WIB saya berangkat dari rumah, menempuh perjalanan ke toko bunga daerah kasihan. Sialnya saya salah mengira lokasi toko tersebut, Saya salah ambil jalan, yang seharusnya jalan disisi timur namun saya malah mengambil jalan di sisi barat. Syukurlah bunga yang sudah saya pesan sudah selesai dirangkai. Tiba di toko bunga pukul 16:38 dengan perasaan cukup khawatir karena awan mendung sudah semakin dekat. 

Saya membuka radar cuaca ditelepon genggam, Melihat radar awan hujan datang dari arah timur menuju arah barat atau menuju lokasi saya. Saya harus bergegas menuju rumahnya yang berada di barat. Setidaknya saya sampai disana dengan keadaan kering. Saya tidak masalah jika kehujanan dalam perjalanan pulang. 

Saya sampai di rumahnya kurang lebih pukul 18:00 atau tepat pada saat adzan magrib berkumandang. Saya hanya menanyai kabarnya sebentar lalu menyerahkan bunga yang saya bawa. Masih dengan wajah murungnya ia menerimanya. Saya harap itu akan sedikit meringankan. Karena sudah adzan saya pun bergegas menuju masjid terdekat untuk menunaikan kewajiban terlebih dahulu. 

Setelahnya sayapun kembali menyusuri jalan pulang. Saya merasakan kantuk yang luar biasa sepanjang perjalanan. Mungkin karena berjalan ketika pergantian antara terang ke gelap yang membuat mata ini berat. Untungnya saya selamat sampai rumah walaupun dengan perasaan kesal karena sempat terjebak macet di daerah titik 0 yogyakarta. 

Saya tak menyangka bakal semacet ini, saya kira hanya padat merayap namun tak disangka macet total disana. Setelah sampai ujung saya baru mengetahui kemacetan terjadi karena pengunjung terlalu maju kedepan melebihi trotoar yang ada. Sehingga membuat jalur kendaraan semakin menyempit. Layaknya bottleneck membuat kemacetan mengular sampai parkiran ngabean. 

Saya agak emosi melihat wisatawan terlalu maju melebihi trotoar yang ada hanya untuk melihat sumonar fest yang berupa pancaran cahaya dari proyektor yang ditembakan pada gedung BNI. Maksud saya adalah sumonar fest ini kan berupa visualisasi karya senima melalui cahaya proyektor yang dapat dinikmati dari jarak jauh. Tak perlu terlalu mendekat pada background yang ditembakan untuk menikmatinya. Mengapa harus terlalu maju. Beberapa pengendara motor dan pengemudi mobil lain pun cukup tersulut emosi melihat kekacauan ini. 

Sepanjang mata memandang tidak ada pihak berwenang yang berjaga atau bertugas. Entah dari Polri ataupun Dishub sama sekali tidak ada. Pada kemana personilnya apakah juga ikut menonton dengan pakaian sipil. Kalau memang diperkirakan wisatawan akan membludak alangkah lebih baiknya menyiapkan rekayasa lalulintas guna menghindari titik ini, bukan malah dibiarkan tanpa pengawasan. 

Seharusnya hanya butuh waktu 5 menit untuk melintasi kawasan itu, namun malam itu saya terjebak disana hampir satu jam lamanya. Saya sekarang mengerti apa yang dirasakan warga jakarta ketika terjebak kemacetan parah. Tak heran jika orang-orang sana begitu terburu-buru mengendarai sepeda motornya agar tak terjebak kemacetan berjam-jam. Cukup memberi pelajaran jangan lewat sana lagi ketika malam minggu apalagi sedang ada pertunjukan seni. 

Comments

Popular posts from this blog

Hari Ke Sembilan

Mencoba Menulis (day 1)